Revolusi industry 4.0


Oleh:

Lukman Abdurrahman

Sebagaimana kita ketahui, akhir abad ke-18 dimulai revolusi industri 1.0 dengan bercirikan mekanisasi proses produksi menggunakan tenaga uap dan hidro. Revolusi ini berlanjut ke seri 2.0 dengan ciri utamanya elektrifikasi proses produksi masal menggunakan tenaga listrik dan mobilitas kendaraan, terjadi pada akhir abad ke-19. Kemudian pada awal tahun 1970-an, revolusi industri 3.0 terjadi dengan mengganti proses-proses produksi sebelumnya melalui automatisasi berbasis komputer yang berskala global. Tidak perlu waktu lama seperti jeda antara ketiga revolusi sebelumnya, revolusi industri 4.0 ‘meledak’ pada akhir-akhir ini yang bercirikan digitalisasi, interkoneksi dan kecerdasan buatan.

Ada empat prinsip rancangan dalam revolusi industri 4.0 guna mengelola industri yang dijalankan oleh perusahaan. Pertama interoperabilitas, yaitu kemampuan perangkat keras atau lunak dan manusia untuk saling berkomunikasi satu sama lain melalui Internet untuk segala (Internet of Things) atau Internet untuk khalayak (Internet of People). Kedua adalah keterbukaan informasi, yakni sistem informasi yang dapat menyalin hal-hal fisik menjadi virtual melalui sensor guna menghasilkan informasi pada konteks bernilai tinggi. Ketiga bantuan sistem, melalui visualisasi informasi terintegrasi guna pembuatan keputusan yang tepat. Juga kemampuan siber-fisik dalam menjalankan sejumlah pekerjaan yang kurang pas dilakukan manusia. Yang keempat adalah pembuatan keputusan, sistem siber-fisik memiliki kemampuan memutuskan secara mandiri atau meneruskankannya kepada yang lebih atas.

Seri-seri revolusi industri di atas sesungguhnya memperlihatkan kepada kita bahwa manusia itu selalu memiliki keinginan untuk berkarya dan berubah ke arah yang lebih baik. Kondisi masa lalu bisa menjadi pelajaran untuk menapaki masa depan berkemajuan, seperti semangat yang dijarkan Al-Quran pada Surah Al-Hasyr 18, “Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah, dan hendaklah setiap diri memperhatikan apa yang telah diperbuatnya untuk hari esok…”. Namun demikian, sifat bawaan manusia terkait karakteristik mentalnya sejak dahulu sampai sekarang sama pada dasarnya. Sebagai contoh: kebutuhan hidup yang nyaman terbebas dari gangguan dan kekhawatiran dibutuhkan oleh manusia era Nabi Adam AS maupun sekarang. Yang berubah hanya metode memperoleh kenyamanan tersebut. Pula, beberapa pola ibadah ritual yang diajarkan Nabi Muhammad SAW bahkan para nabi sebelumnya sama, seperti ibadah shalat yang terdiri dari berdiri, ruku, sujud dan lain-lain tetap berlaku dan tidak boleh diubah-ubah sampai sekarang. Justru yang berusaha melakukan perubahan telah melakukan kebid’ahan (pembaharuan) yang terlarang dalam ajaran Islam. Ketidakbolehan pengubahan ini merefleksikan ketidakberubahan hubungan manusia dengan Tuhannya, sehingga fasilitas munajat/ komunikasi tersebut tidak berubah pula.

Namun ajaran Islam terkait dengan metodologi pemenuhan sifat-sifat bawaan tadi membuka koridor seluas-luasnya untuk selalu diperbaharui. Nabi SAW bersabda, “Kalian lebih mengetahui urusan dunia kalian” (HR. Muslim). Sebagai contoh, kenyamanan dan bebas gangguan zaman dahulu dapat dipenuhi melalui pengawalan sejumlah orang bersenjata. Namun saat ini tidak perlu dengan banyak pengawal, cukup dengan sejumlah teknologi sensor interkonektivitas pada Internet of things, walau keberadaan orang tetap diperlukan. Begitu pula, kalau dahulu pergi haji menggunakan kapal laut yang membutuhkan waktu berbulan-bulan, kini bisa dalam hitungan jam. Dengan kata lain, revolusi industri 4.0 wajar memperoleh sambutan kaum Muslim dalam rangka meningkatkan kualitas hidup dari aspek perbaikan metode kenyamanan pelaksanaan ibadah dalam arti luas kepada-Nya.

Namun revolusi industri 4.0 perlu memperoleh penerjemahan lebih jauh dari para cendekiawan Muslim. Hal ini terkait dengan pola-pola interaksi yang berbasis digital, sehingga perlu redefinisi aspek legalitas transaksi yang terjadi, misalnya, supaya di satu sisi bisa dalam kemodernan, di sisi lain pola hubungan terhadap Tuhan terindahkan. Wallaahu ‘alam bish-shawaab.

,

Leave a Reply